Sabtu, 10 November 2012

Resensi Novel Negeri 5 Menara



Identitas buku
Judul        :  Negeri 5 Menara
Penulis    :  A.Fuadi
Penerbit    :  PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit    :  2010
Cetakan    :  Kedelapan, Agustus 2010
Tebal        :  xiii + 424 halaman
Harga        :  Rp 50.000,00
ISBN        :  978-979-22-4861-6

Alif Fikri, seorang anak desa Maninjau, Bukittinggi, dan teman baiknya Randai memiliki impian yang sama yaitu masuk ke SMA Bukittinggi Sumatera Barat dengan berbekal nilai ujian yang lumayan bagus. Namun, mimpinya seakan sirna begitu saja, karena Amaknya tidak mengijinkan. Ibunya ingin ia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Pilihan yang sulit bagi Alif, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mondok di Pesantren meskipun dengan setengah hati.
Tiga hari tiga malam Alif bersama ayahnya melintasi punggung Sumatra dan Jawa menuju Pondok Madani, pesantren modern di pelosok Jawa Timur yang akhirnya menampung Alif di dalamnya dengan suka, duka, persahabatan, dan pengajaran-pengajaran Pondok Madani yang sederhana namun mengena. Para santri dilatih untuk menjadi intelektual dan mampu menganalisa berbagai ilmu dari sudut pandang islam. Sehari-harinya mereka wajib menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris. Jika melanggar, sudah dipastikan akan mendapat hukuman karena Pondok Madani sangat ketat dengan pengawasan dan kedisiplinannya.
    Biarpun masuk karena terpaksa, namun Alif mulai menyukai kehidupan di pondok, walau terkadang surat dari Randai, teman baiknya di Bukittinggi, sedikit menggoyahkan hatinya. Bersama sahibul menara, Atang, Baso, Raja, Said, dan Dulmajid, Alif menerima ilmu dengan hati ikhlas dan dididik oleh guru-guru yang juga ikhlas mengajarnya. Mantra sakti “Man Jadda Wajada” telah menambah semangatnya untuk membuat Amak bangga padanya. Kehadiran Sarah, yang menjadi buah bibir diantara para santri, membuat kehidupannya di Pondok Madani semakin berwarna. Walau hanya dapat melihat wajahnya beberapa detik, Alif sudah merasa senang bukan kepalang.
    Suatu hari, Baso mengeluarkan semua keluh kesahnya pada para sahibul menara di bawah menara masjid, tempat favorit mereka untuk menceritakan impian-impian mereka. Hingga akhirnya Baso memutuskan keluar dari pondok dan mengejar mimpinya yang lain, menghapalkan Al-Quran sembari merawat neneknya yang sakit. Keputusan Baso kembali menghidupkan penyakit lama Alif, padahal mondok di Pondok Madani tidak lama lagi. Untuk kali ini, dengan terpaksa Ayahnya ikut turun tangan dan meyakinkan untuk bertahan hingga lulus. Dan akhirnya Alif menurut dan menyelesaikan pendidikannya di pondok.

Kelebihan :
1.    Menggunakan gaya bahasa yang cukup menarik, ungkapan-ungkapan dan peribahasa  dalam penulisannya, seperti “man jadda wajada”. Ungkapan-ungkapan seperti ini sangat diperlukan dalam pembuatan novel. Dampak positifnya novel ini akan memiliki ciri khas yang selalu diingat pembacanya.
2.    Pembaca tidak akan bosan membaca kehidupan di pondok karena penulis menggunakan alur campuran. Dimulai dengan mengambil setting Alif yang sudah bekerja lalu mulai masuk ke dalam ingatan-ingatan Alif akan kehidupannya di Pondok Madani, kemudian kembali lagi menuju kehidupan Alif di masa sekarang.
3.    Novel ini dapat mengubah pola pikir kita mengenai kehidupan pondok yang hanya belajar agama saja. Karena dalam novel ini selain belajar ilmu agama, ternyata juga belajar ilmu umum seperti kesenian, bahasa Inggris, dan bahasa Arab.
4.    Novel ini mampu memberikan motivasi bagi pembaca untuk tidak mudah putus asa dan jangan pernah berhenti untuk bermimpi karena “man jadda wajada” siapa yang bersungguh sungguh pasti berhasil.




Kekurangan :
1.    Penulis kurang mampu memperlihatkan puncak ketegangan, konflik dalam cerita kurang menonjol sehingga pembaca merasa dinamika cerita sedikit datar. Hal ini mungkin disebabkan karena penulis membuatnya berdasarkan kisah nyata tanpa bermaksud melebih lebihkan. Mungkin akan lebih baik jika penulis membuat konflik-konflik yang lebih menegangkan sehingga dapat membuat pembaca lebih puas.
2.    Bagian akhir cerita yaitu sebelum Sahibul Menara bernostalgia tidak digambarkan secara jelas. Hal ini membuat pembaca merasa ada bagian yang hilang dan belum terselesaikan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar